Protes terhadap kebijakan yang dilakukan pemerintah Saudi arabia terhadap hal hal yang sebetulnya baik namun di sikapi oleh sebagian orang justru tidak baik. Pelarangan wanita mengendarai mobil selama ini tak lain adalah untuk melindungi wanita wanita itu sendiri dari berbagai kejahatan yang mungkin timbul, tidak ada alasan apapun untuk memprotes kebijakan tersebut, begitupun yang baru baru ini di jadikan wacana oleh sebagian orang yang mempertanyakan peraturan kerajaan yang mengharuskan ditutupnya toko toko selama waktu sholat, alasan yang dikemukakan hampir sama dengan mereka yang memprotes pelarangan wanita mengendarai mobil yaitu sebab darurat.
Sekelompok pengusaha menyuarakan keprihatinan tentang dampak usaha penutupan toko mereka pada waktu shalat di Arab Saudi dan mengatakan tradisi Islam ini dianggap merusak perekonomian.
Abdullah al-Ahmed, CEO al-Bandar Grup kepada Al Arabiya TV dalam program “Meet the Press” menyatakan bahwa menutup toko pada waktu shalat menyebabkan kerugian dan kerusakan keuangan bagi kelompoknya, menambahkan bahwa produktivitas karyawan juga terkena dampak negatif.
Dr Fahad bin Jumaa, seorang penulis dan ahli dalam bidang ekonomi mengatakan bahwa penutupan toko pada waktu jam shalat dalam lima kali sehari menyebabkan peningkatan beban kerja pada karyawan, terutama di perusahaan-perusahaan kecil dan menengah.
Para pendukung menutup toko-toko pada jam shalat mengatakan bahwa hal itu adalah kewajiban agama untuk shalat tepat waktu dan penting untuk negara di mana Islam berasal agar mempertahankan tradisi ini.
Dr Saad Mattar al-Otaibi, profesor Kebijakan Syariah di Institut Tinggi bagi Peradilan di Riyadh menjelaskan bahwa penutupan pasar selama waktu shalat telah dipraktekkan pada masa Nabi Muhammad dan juga kemudian pada masa para sahabatnya.
“Tidak ada pasal hukum yang menyatakan bahwa hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi, dan masalah terletak pada gagasan bahwa toko-toko ditutup untuk memaksa orang untuk shalat,” al-Otaibi menambahkan.
Ketika ditanya tentang kerusakan ekonomi yang mungkin timbul dengan menutup usaha, al-Otaibi mengatakan bahwa filsafat Islam telah menyelesaikan masalah ini dengan menempatkan uang untuk melayani agama dan bukan sebaliknya.
“Seseorang tidak boleh membaca agama dari sudut pandang materialistik murni,” tambahnya.
Bagi anda yang tidak biasa dengan iklim di saudi arabia memang akan menjengkelkan, terlebih jika anda jalan jalan ke mall selepas ashar, selang beberapa jam toko toko di tutup untuk melakukan sholat maghrib tak lama kemudian tutup kembali untuk menunaikan sholat isya.
Di kampung saya dahulu persis sama dengan apa yang menjadi iklim di saudi, walaupun tak ada peraturan dari pemerintah namun setiap waktu sholat semua warung tutup, namun seiring perjalanan waktu saat sholat jumatpun tak sedikit warung yang terus buka, rasa malu yang dulu ada sekarang menjadi biasa, bagaimana dengan di daerah anda?
Tak sedikit warga non muslim bermukim di Saudi Arabia, terutama dari India dan Philipina, dan tampaknya mereka terbiasa dengan kondisi seperti ini, kondisi darurat yang mereka kemukakan adalah hanya alasan yang dibuat buat visinya adalah merusak tatanan yang sudah baik menjadi tidak baik sedikit demi sedikit.
Untunglah kerajaan ini tetap tak bergeming dengan protes protes yang mereka lakukan, negara ini memiliki peraturan dan peraturan itu adalah untuk di taati baik oleh masyarakat saudi maupun oleh pendatang dan kadang otoriter itu diperlukan untuk mereka yang bengal dan mendewakan kebebasan.
pro kontra tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika kita menyadari bahwa materi bukan segala galanya, rizki yang kita terima hari ini ternyata tidak akan berkurang dan tidak akan bertambah dari apa yang telah di catat oleh Tuhan atas apa yang kita usahakan pada hari itu, jika demikian apa salahnya jika sekian menit untuk menyempatkan diri melepas keduniawian dan fokus menghadap-NYA. Salam
http://www.kompasiana.com/jiddan
No comments:
Post a Comment