Sunday, January 8, 2012

Serial Terjemahan : Inilah Anugrah Rabb Kami (Bagian 1)

 

Inilah Anugrah Rabb Kami

Sebuah Fakta Sejarah Dinasti Sa’udi dari Risalah para Ulama dan Pemimpin Mukhlishin
Oleh Abu Asybal Usamah -Raji Afwa Rabbih-

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Yang mengatur siang dan malam, Membagi rezki diantara makhluk-Nya, Yang Maha Adil lagi Maha bijaksana. Aku bersaksi tiada Ilah melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan Utusan-Nya yang telah menunaikan amanah, menyampaikan risalah, menasehati ummat dan berjihad di jalan Rabb-Nya dengan sebenar-benarnya jihad serta meninggalkan ummatnya diatas manhaj yang terangbenderang, tidak ada seorangpun yang menyimpang darinya kecuali akan binasa.
Salawat dan salam senantiasa tercurahkan keharibaan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan orang-orang yang masih istiqomah di atas manhaj beliau.
Adalah merupakan anugrah Allah terbesar seseorang disinari hatinya dengan cahaya tauhid, yang mengantarkan mereka pada kebebasan dari segala bentuk penyembahan kepada penyembahan kepada Rabb alam semesta. Maka tugas mulia para Rasul adalah menegakkan Tauhid di muka bumi. Dan yang bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang terbesar ini hanya sedikit. Namun senantiasa akan ada segolongan dari ummat ini yang akan terus menyuarakan tauhid sebagai estafet dari usaha para Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan senantiasa ada di antara kalian ummatku, sekelompok orang yang tampil membela Al-Haq, tidak membahayakan mereka orang yang menelantarkan (tidak menolong) mereka sehingga datang ketetapan Allah, sedang mereka tetap dalam keadaan demikian.” (H.R. Muslim)
Maka, anugrah yang besar ini (tauhid) akan senantiasa terpelihara dan disyukuri oleh orang-orang yang Allah pilih untuk menjadi mulia. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- adalah salah satu dari hamba Allah yang Ia pilih untuk mensyukuri nikmat ini dengan gerakan pembaharuan beliau di Nejed dan jazirah Arab. Namun, perjalanan dakwah dan jihad tidak mudah. Ia harus ditempuh dengan kucuran keringat dan darah. Risalah yang kami hadirkan ini adalah terjemahan dari kitab “ Tarikhu Nejed min khilal kitab Ad-Durar assaniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah” karya Syaikh Sulaiman bin Shalih Al-Khurasy.
Beliau memaparkan sejarah Dinasti Saudi melalui rekaman risalah-risalah yang terdapat dalam kitab Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah.
Kitab tersebut adalah kumpulan risalah Imam-imam Nejed dan juga pemimpin (amir) Dinasti Sa'udi yang disusun oleh Imam Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al-‘Ashimy An-Najdy Al-Hanbaly. Berikut kami suguhkan terjemahan bagian pertama dari kitab Tarikhu Nejed yang berisi sejarah singkat Dinasti Sa’udi.
Sejarah Singkat Dinasti Saudi
Nejed adalah kehidupan yang terpisah dari bencana yang menimpa dunia Islam, ia tidak pernah menyaksikan pengaruh Utsmani secara langsung pada masa tersebut. Dan apa yang datang dari para Imam Masjid yang menyanjung-nyanjung Sulthan Utsmani dalam khuthbah, mungkin sebabnya adalah nurani baik kepada sang sulthan, atau mungkin karena implikasi pemberdayaan para imam itu untuk menyampaikan khuthbah, yang mana mereka orang yang menonjol di daerah yang tunduk langsung terhadap pemerintah Utsmani. Nejed tak menyaksikan adanya pengaruh yang kuat untuk merealisasikan kestabilan pilitik didalamnya dari aaspek luar.
Maka, meskipun pengaruh para diktator dari bani Khalid di sebagian aspeknya dan pengaruh dari Asyraf hijaz di aspek lainnya, perang antara wilayah terus berlangsung dan juga konflik antara suku (kabilah) yang beragam. Disamping itu, kondisi Nejed dari segi agama sebelum dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- amat buruk dan membutuhkan seorang mujaddid yang mengembalikan –dengan karunia Allah- kebersihan tauhid dan kejernihan aqidah, dimana syirik dan bid’ah telah merebak di masyarakat, ditengah-tengah diamnya kebanyakan mereka yang memiliki ilmu syar’I, dan tidak adanya orang yang mengingkari hal yang dapat mengahapus keislaman mereka. Namun hanya diingkari dihati tanpa di-jahr-kan dengan dakwah.
Setelah beliau menuntut ilmu diluar negri Nejed dan melihat apa yang terjadi pada dunia Islam dari penyimpangan aqidah, maka Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- (antara tahun 1133 -1139 H) dan sangat semangat untuk memulai mendakwahi kaum muslimin kepada Tauhid.
Beliau memulai dakwahnya di Huraimla’, maka terbagilah kelompok pada saat itu menjadi golongan penentang -dan pada saat itu mereka dominan- dan pendukung -mereka minoritas-. Pada periode ini beliau mengarang kitabnya yang monumental “Kitabut Tauhid alladzi huwa haqqullahi ‘alal abid”. Setelah ayah beliau wafat (tahun 1153 H), beliau pindah ke ‘Uyainah. Dan hijrah beliau ini disambut oleh gubernur ‘Uyainah yaitu Utsman bin Mu’ammar.
Maka beliau menjaharkan dakwah beliau ke daerah-daerah yang lebih luas. Dan fase ini masuk pada aplikasi dakwah yaitu mengingkari tempat-tempat ziarah (yang menjadi fenomena Ghuluw) dan menegakkan hukum pidana secara syar’i. Dengan ekspansi dakwah yang semakin meluas dan maju, maka ulama su’ dan pemimpin-pemimpin daerah yang tidak jauh dari ‘Uyainah yang kemudian seruan untuk memusuhi dakwah ini disambut oleh ulama su’ dan pemimpin-pemimpin yang berada diluar Nejed.
......Disamping itu, kondisi Nejed dari segi agama sebelum dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- amat buruk dan membutuhkan seorang mujaddid yang mengembalikan –dengan karunia Allah- kebersihan tauhid dan kejernihan aqidah, dimana syirik dan bid’ah telah merebak di masyarakat, ditengah-tengah diamnya kebanyakan mereka yang memiliki ilmu syar’I, dan tidak adanya orang yang mengingkari hal yang dapat mengahapus keislaman mereka. Namun hanya diingkari dihati tanpa di-jahr-kan dengan dakwah........
Salah satu orang yang terpengaruh dan menyambut seruan itu adalah Sulaiman bin Muhammad Alu Humaid, pimpinan bani Khalid, hakim kota Ahsa’. Ia mengirim surat yang berisi ancaman dan permintaan kepada gubernur ‘Uyainah Utsman bin Mu’ammar untuk mendepak Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka Syaikh keluar dalam kondisi terpaksa menuju ke kota Dir’iyyah. Pemimpin kota ini adalah Amir Muhammad bin Sa’ud -rahimahullah-. Beliau lah yang menyambut kedatangan Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dan bersedia dengan ikhlas mengikrarkan kesedian beliau untuk menolong dinullah.
Dinasti Saudi Periode Pertama
Dengan segala upaya kedua orang itu (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Imam Muhammad bin Sa’ud) memperluas daerah dakwah dengan mengirimkan para da’I ke berbagai kota Nejed dan lainnya serta menyngkirkan segela bentuk penghalang yang merintangi jalan dakwah. Setelah 40 tahun semenjak dimulainya program yang mulia yaitu menyuarakkan tauhid, maka embrio daulah islamiyyah sa’udiyyah berhasil menyatukan Negri Nejed berada dibawah panji tauhid, tunduk pada Syari’at Allah.
Ahsa menyusul masuk ke wilayah Sau’diyyah tahun 1208 H kemudian Hijaz tahun 1218 H. Daulah Utsmani senantiasa mengawasi wilayah-wilayahnya. Ketika ia menemukan kekuatan Dinasti Sa’udi dan ancamannya terhadap kepentingannya, maka Basya memerintahkan Baghdad agar bergerak untuk menyerang Dinasti Sa’udi. Maka untuk urusan ini ditunjuklah pemimpin Kabilah Al-Muntafiq, Tsuaini bin Abdullah, sebagai komandan. Tsuaini bergerak bersama pasukannya ke Ahsa. Namun pasukan itu gagal dan Tsuaini terbunuh ditangan Tho’is.
Akibatnya, pasukan kembali ke Iraq tahun 1212 H. Hakim (pemimpin) Baghdad, Sulaiman Basya, menyiapkan pasukan berikutnya dengan komando Ali Kekhea, maka mereka menyerang disebagian sudut kota Ahsa. Namun lagi-lagi gagal, dan kembali ke Iraq tahun 1214 H. Kemudian serangan balik dilakukan pada tahun 1216 H. Komandan Sa’ud bin Abdul Aziz (yang dijuluki Sa’ud Al-Kabir) -rahimahumallah- keberapa sudut kota Baghdad.
........kali ini Ibrahim Basya berhasil menorobos kota-kota Nejed hingga akhirnya mengepung ibukota Dinasti Sa’udi, Dir’iyyah, pada tahun 1233 H. kemudian Imam Abdullah menyerah serta berakhirlah Dinasti Sa’udi periode pertama.......
Karena serangan ini, maka berkorbarlah dendam dihati syi’ah yang menjadi korban pada serangan itu. Pada tahun 1218 H, salah seorang syi’ah membunuh Imam Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Sa’ud -rahimahumallah- sebagai bentuk balas dendam. Untuk peta politik selanjutnya, Daulah Utsmani menugaskan Wali Mesir (kalau dalam sistem republic presiden) Muhammad ‘Ali Basya untuk menyerang Dinasti Sa’udi.
Pada tahun 1226 H Basya menyiapkan pasukan dengan komando anaknya Thusun, yang menguasai Hijaz. Dalam perannya, Thusun mengajak beberapa pemimpin Kabilah untuk kerjasama dalam konspirasi ini. Pada tahun 1229 H Imam Sa’ud bin Abdul‘Aziz -rahimahumallah- wafat yang digantikan oleh anaknya Abdullah bin Sa’ud yang kemudian melakukan Shulh (perjanjian damai) dengan Thusun. Namun tidak berapa lama perjanjian itu dibatalkan.
Episode selanjutnya Muhammad Basya menyiapkan pasukan yang dipimpin oleh Ibrahim Basya untuk menyerang dinasti Sa’udi pada tahun 1231 H. kali ini Ibrahim Basya berhasil menorobos kota-kota Nejed hingga akhirnya mengepung ibukota Dinasti Sa’udi, Dir’iyyah, pada tahun 1233 H. kemudian Imam Abdullah menyerah serta berakhirlah Dinasti Sa’udi periode pertama.
Dinasti Sa’udi Periode Kedua
Setelah pasukan Ibrahim Basya mundur dari Nejed, terjadilah kegunjangan politik dan ketidakstabilan keamanan negara dengan banyaknya pertikaian. Maka Muhammad bin Misyari bin Mu’ammar menyuarakkan ajakan kepada orang-orang untuk membaiat dirinya pada tahun 1234 H. Saudara dari Abdullah bin Sa’ud, Misyari bin Sa’ud, melarikan diri dari para penjaganya ditengah masa pengusirannya. Ia bersama keluarganya kembali ke Nejed. Maka anaknya Mu’ammar menyerahkan kekuasaan kepadanya.
Namun Ibnu Mu’ammar kembali untuk mengambil kekuasaan. Setelah ia masuk Dir’iyyah ia menangkap Misyari kemudian menguasai Riyadh. Konflik ini terus berlangsung. Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Sa’ud mengadakan pembalasan untuk Misyari dan melengserkan ibnu Mu’ammar dari rezimnya. Pada akhirnya turki berhasil merebut dan mengambil alih kekuasaan.
Hal ini tidak dibiarkan begitu saja. Rival lama Dinasti Sa’udi dari Mesir, Muhammad Ali Basya, kembali mengirimkan pasukan dibawah komando Husen Bek untuk melenyapkan Imam Turki. Turki melarikan diri ke selatan Nejed. Setelah sebagian besar pasukan Husen Bek ditarik dari dari Nejed, kondisi kembali tidak stabil. Pada tahun 1239 H Imam Turki kembali untuk mengambil kekuasaan setelah melakukan pertempuran dengan sisa pasukan yang belium kembali ke Mesir serta mengadakan perjanjian damai dengan pasukan tersebut.
Pada tahun 1241 H Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul wahhab -rahimahumullah- dating dari Mesir ke Riyadh dan menggantikan posisi kakek beliau (syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab). Dan pada tahun itu 1249 H Misyari bin Abdurrahman Alu Sa’ud membunuh Imam Turki bin Abdullah. Imam Faishal bin Turki yang berada di Ahsa menghimpun kekuatan untuk merebut kekuasaan dari Misyari. Muhammad ‘Ali Basya kembali menyiapkan pasukan dibawah komando Isma’il Bek dan menjadikan Khalib bin Sa’ud sebagai ajudannya (saudara dari Abdullah bin Sa’ud, pemimpin terakhir Dinasti Sa’udi Periode kedua).
Muhammad Ali Basya juga memberikan dukungan pasukan tambahan untuk mereka berdua dengan batalion dibawah pimpinan Khorsyad Basya. Kali ini Isma’il dan Khalid mampu menguasai Riyadh (1253 H).. Pada tahun itu pula Imam Faishal bin Turki -rahimahullah- menyerah dan dibawah ke Mesir.
Setelah pasukan Khorsyad Basya ditarik lagi kembali ke Mesir dan Khalid bin Sa’ud memimpin Riyadh, kemudian terjadilah kudeta yang dilakukan oleh Abdullah bin Tsaniyan Alu Sa’ud melawan Khalid. Pada Tahun 1259 H Imam Faishal bin Turki bebas dari pejara di Mesir. Ia tampil kembali untuk merebut dan menjadi pemimpin Riyadh. Ia menjadi penguasa Riyadh untuk kedua kalinya selama 23 tahun hingga ia wafat tahun 1282 H. Imam Faishal -rahimahullah- memiliki empat anak yaitu Abdullah, Sa’ud, Abdurrahman dan Faishal.
Setelah Wafat, Imam faishal digantikan oleh anaknya Abdullah yang kemudian diikuti dengan pembaiatan beliau. Setelah berjalan setahun memegang tampuk kekuasaan, ternyata saudaranya Sa’ud tidak terima, ia ingin menjadi penguasa. Meskipun Sa’ud sudah dinasehati oleh Ulama untuk tidak melukar bai’at, tapi ia tetap menolak dan melakukan kudeta terhadap saudaranya, Abdullah. Penjelasannya akan diterangkan dalam buku ini -insyaallah-.
Pada masa itu terbilang terjadi konflik intern atau fitnah yang hebat menerpa negri Nejed. Ketika Sa’ud mampu melengserkan saudaranya, maka ulama pada saat itu membaiat Sa’ud. Namun, Abdullah pergi mengusung kekuatan dengan meminta bantua kepada orang-orang Turki.
Bak gayung bersambut, hal ini merupakan kesempatan bagi bangsa Turki untuk mengembalikan kekuasaan mereka di Ahsa. Setelah Sa’ud bin Faishal wafat dan tampuk kekuasaan berpindah kepaada saudaranya Abdurrahman bin Faishal -rahimahullah-. Namun, pada tahun 1293 H beliau menyerahkan (tanazul) kekuasaanya kepada saudaranya Abdullah, setelah bermusyawarah dengan para ulama dalam hal ini.
Ditengah-tengah rezim Abdullah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh keponakan-keponakannya sendiri dari anak saudaranya Sa’ud bin Faishal kemudian mereka memenjarakan paman mereka Abduillah. Kondisi ini dimanfa’atkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Rasyid. Ia dating ke Riyadh kemudian menyapu menyingkirkan keponakan Abdullah dari kekuasaan. Ibnu Rasyid akhirnya mampu merebut Riyadh dan membunuh 3 diantara anak Sa’ud bin Faishal. Ibnu Rasyid juga membawa Abdullah bin Faishal dan saudaranya Abdurrahman ke Hail. Dan dengan begitu Dinasti Saudi periode kedua telah berakhir.
Dinasti Saudi Periode Ketiga
Sebelum deklarasi Dinasti periode ketiga, Imam Abdurrahman bin Faishal -rahimahullah- berusaha untuk mengembalikan kekuasaan ketangan keluarga Sa’ud, namun terus gagal. Maka ia bersama anaknya Abdul ‘Aziz hijrah ke Kuwait. Pada akhirnya, tahun 1319 H Raja Abdul ‘Aziz mampu mengembalikan ke pangkuan keluarga Sa’ud menjadi ibukota Dinasti Sa’udi periode ketiga.
Wa Shallihumma 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi ajm'in , wa akhiru da'wana anil Hamdu  LIllahi Rabbil 'Alamin

voa-islam.com


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment